KARAWANG, KANALKARAWANG.COM – Polemik penagihan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang terhadap PT Vanesha Sukma Mandiri (VSM) kembali mengemuka. Isu ini menyeruak setelah muncul tuduhan bernuansa pemerasan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (PUSTAKA), Dian Suryana, menilai tuduhan tersebut keliru dan menyesatkan. Ia menegaskan bahwa penagihan pajak tidak bisa disamakan dengan tindak pemerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP.
“Pasal 368 jelas mensyaratkan adanya pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, serta keuntungan pribadi yang melawan hukum. Dalam kasus ini, Pemkab bertindak dalam kerangka kewenangan fiskal, bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi tidak ada dasar hukum menyebutnya pemerasan,” tegas Dian. Kamis, 25 September 2025
Berdasarkan informasi, PT VSM telah memiliki Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) sejak Juli 2024. Dengan adanya izin resmi tersebut, perusahaan sah melakukan kegiatan usahanya sekaligus wajib memenuhi kewajiban hukum, termasuk membayar pajak daerah.
“Kalau sudah punya izin resmi, otomatis kewajiban pajak melekat. Tidak bisa kemudian ketika ditagih, malah ada yang menganggap sebagai pemerasan,” jelasnya.
Dian menambahkan, surat yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Karawang secara tegas merujuk pada dasar hukum pajak daerah, di antaranya Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2024 tentang tata cara pemungutan Pajak Daerah Pasal 22 ayat 6, serta UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
“Jadi penagihan ini bukan tindakan sepihak, melainkan perintah undang-undang,” ujarnya.
Dalam praktiknya, menurut Dian, Pemkab Karawang bahkan telah memberikan diskresi berupa skema pembayaran berjenjang agar PT VSM dapat menyesuaikan kewajiban pajak dengan kondisi usaha. Namun saat penagihan berlangsung, sempat terjadi perlawanan sebelum akhirnya pembayaran dilakukan.
“Itu bukti bahwa Pemkab menjalankan kewenangannya sesuai prosedur. Kalau pajak tidak ditagih, justru menimbulkan risiko kebocoran PAD,” tegasnya.
Ia mengingatkan, karena pajak daerah termasuk dalam kategori keuangan negara, maka kebocoran penerimaan pajak berpotensi menimbulkan masalah hukum baru.
“UU Tipikor Pasal 2 dan Pasal 3 memberi batasan jelas, bahwa pembiaran atau kelalaian dalam mengamankan penerimaan negara bisa berdampak hukum serius. Karena itu, penagihan pajak oleh Pemkab Karawang bukan hanya tepat, tetapi juga wajib,” tegas Dian.
Ia menutup dengan menekankan bahwa pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan daerah.
“Kalau pemerintah tidak menagih, justru itu keliru. Langkah Pemkab Karawang sudah tepat dan harus didukung,” pungkasnya.(rjn)


