KARAWANG, KANALKARAWANG.COM – Di tengah hamparan sawah Karawang yang kian menyempit, suara mahasiswa dan petani kembali bergema pada peringatan Hari Tani Nasional ke-62, 24 September 2025. Bagi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Karawang, hari ini bukan sekadar peringatan, tetapi momentum untuk mengingatkan negara pada janji reforma agraria yang hingga kini belum benar-benar terwujud.
Sekretaris DPC GMNI Karawang, Kelvin Brilian Manurung, menggambarkan nasib petani sebagai “wajah getir pembangunan”. Ia menilai kaum tani, khususnya di Karawang, masih hidup dalam kondisi miskin, terpinggirkan, bahkan rentan kriminalisasi.
“Enam puluh lima tahun sejak UUPA disahkan, kaum tani tetap dipinggirkan. Alih fungsi lahan semakin masif, petani kehilangan akses, sementara kebijakan negara lebih berpihak pada kepentingan modal dan investasi,” tegasnya, Jumat (26/9/2025).
Data Dinas Pertanian Jawa Barat menunjukkan, lahan sawah di Karawang terus tergerus oleh industrialisasi dan pembangunan perumahan. Padahal, daerah ini selama puluhan tahun dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional. Kondisi tersebut bukan hanya mengancam ketahanan pangan, tetapi juga masa depan ribuan keluarga petani.
Kelvin menilai lemahnya implementasi UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) sebagai bukti kurangnya keberpihakan pemerintah.
Alih-alih melindungi lahan pertanian, kebijakan pembangunan industri justru lebih diutamakan. Situasi ini kian diperparah oleh keberadaan UU Cipta Kerjayang, menurutnya, “memberi karpet merah bagi investor namun mengorbankan petani kecil”.
Di tengah peringatan Hari Tani Nasional, GMNI Karawang menyatakan tiga tuntutan kunci:
1. Pemerintah segera melaksanakan landreform dan reforma agraria sejati.
2. Menghentikan segala bentuk kekerasan, penangkapan, dan kriminalisasi terhadap petani serta aktivis agraria.
3. Mengimplementasikan perlindungan Hak Asasi Petani, terutama dalam pengelolaan lahan garapan.
Kelvin menutup pernyataannya dengan mengingatkan kembali semangat UUPA 1960: tanah adalah alat produksi untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir korporasi.
“Hari Tani Nasional bukan sekadar upacara atau slogan, tapi pengingat bahwa tanah seharusnya menjadi hak rakyat, bukan komoditas modal asing,” tandasnya.(jbr)


